Beranda | Artikel
Jawaban Telak Untuk Quburiyyun (1)
Senin, 26 Mei 2008

Segala puji bagi Allah Robbul ‘Alamiin. Sholawat dan salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Amma ba’du.

Ketahuilah! Semoga Allah merahmati kita semua bahwa jalan menuju ridho Allah memiliki musuh-musuh yang pandai bersilat lidah, berilmu dan memiliki argumen. Oleh karena itu kita wajib mempelajari agama Allah yang bisa menjadi senjata bagi kita untuk memerangi syaitan-syaitan ini, yang pemimpin dan pendahulu mereka (baca: iblis) berkata kepada Robb-mu ‘azza wa jalla:

لأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ ثُمَّ لاَتِيَنَّهُم مِّنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَآئِلِهِمْ وَلاَتَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ

“Saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka dari depan dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. dan Engkau akan mendapati mereka kebanyakan tidak bersyukur (ta’at).” (QS. Al A’raaf: 16-17)

Ketahuilah, sesungguhnya tentara Allah akan senantiasa menang dalam argumen dan perdebatan sebagaimana mereka menang dengan pedang dan senjata. Seorang muwahhid (orang yang bertauhid) yang menempuh jalan (Allah) namun tanpa senjata (ilmu untuk membela diri) amatlah mengkhawatirkan.

Allah ta’ala telah memberi nikmat kepada kita dengan menurunkan kitab-Nya yang Dia jadikan:

تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَىْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ

“Sebagai penjelas atas segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi kaum muslimin.” (QS. An Nahl: 89)

Tidak ada seorang pun pembawa kebatilan datang dengan membawakan hujjah (demi membela kebatilannya) melainkan di dalam Al Quran terdapat dalil yang membantahnya dan menjelaskan kebatilannya, sebagaimana firman Allah ta’ala,

وَلاَيَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلاَّجِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا

“Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang (ganjil), melainkan Kami datangkan kepadamu sesuatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.” (QS. Al Furqon: 33)

Termasuk ahlul bathil adalah ahlul bid’ah dan para quburiyyin yang sesat mereka tinggalkan kewajiban ikhlas dalam beribadah kepada Allah dan menyekutukan Allah dengan selain-Nya yaitu para nabi dan wali. Mereka memiliki dalih-dalih. Untuk menjawabnya dapat ditempuh dua metode, secara global dan rinci.

Jawaban Global

Allah ta’ala berfirman,

هُوَ الَّذِي أَنزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ ءَايَاتُُ مُّحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتُُ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغُُ فَيَتَّبِعُونَ مَاتَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَآءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَآءَ تَأْوِيلِهِ وَمَايَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلاَّ اللهُ

“Dialah yang menurunkan Al Quran kepadamu. Di antara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok Al Quran dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihaat. Adapun orang-orang yang di dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mutsyabihaat untuk menimbulkan fitnah dan mencari-cari takwilnya. Padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya melainkan Allah.” (QS. Ali Imron: 7)

(Ayat muhkamat adalah Ayat yang jelas dan tegas maksudnya dapat dipahami dengan mudah. Sedangkan ayat mutasyabihat adalah ayat yang pengertiannya hanya diketahui oleh Allah. Termasuk pengertian ayat mutasyaabih adalah ayat yang sukar untuk dipahami walaupun tidak menutup kemungkinan ada yang dapat memahami karena ilmunya lebih mumpuni -pent).

Dalam hadits shohih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

إذا رأيتم الذين يتبعون ما تشابه منه فألئك الذين سمى الله فاحذرهم

“Jika engkau melihat ada orang yang mengikuti ayat-ayat mutasyaabih dari Al Quran, maka mereka itulah yang disebutkan Allah (dalam ayat itu), maka jauhilah mereka.” (HR. Bukhari 4547 dan Muslim 2665)

Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan kita agar menjauhi orang yang mengikuti ayat mutasyabih dari Al Quran atau sunnah kemudian membungkus kebatilannya dengan hal itu. Mereka inilah yang Allah sebutkan dalam firman-Nya:

“Adapun orang-orang yang di dalam hatinya ada zaigh (condong kepada kesesatan).”

Sebab peringatan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah kekhawatiran beliau andai mereka menyesatkan kita dari jalan Allah disebabkan mengikuti ayat mutasyaabih, maka beliau memperingatkan kita untuk menjauhi mereka dan menjauhi jalan mereka.

Jawaban Rinci

1. Syubhat Pertama

“Kami tidaklah menyekutukan Allah. Kami bersaksi bahwasanya tidak ada yang dapat menciptakan, memberi rezeki, memberi manfaat dan menimpakan bahaya melainkan Allah semata tidak ada sekutu baginya. Kami juga bersaksi bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak dapat memberi manfaat dan mencegah bahaya bagi dirinya. Akan tetapi kami ini adalah orang yang bergelimang dosa, dan orang-orang shalih ini memiliki kedudukan di sisi Allah, maka kami memohon ampunan Allah dengan perantara mereka.”

Jawaban:

Sesungguhnya orang-orang yang diperangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam darahnya boleh ditumpahkan dan wanita-wanitanya boleh diperbudak, mengakui hal tersebut. Mereka mengakui bahwa berhala-berhala mereka tidak dapat mengatur sesuatu pun. Tetapi mereka hanya menginginkan jah (kedudukan) dan syafaat mereka. Ternyata tauhid ini tidak berguna sedikit pun bagi mereka.

Dan Allah ‘azza wa jalla mengatakan dalam kitab-Nya:

وَمَآأَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلاَّنُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لآ إِلَهَ إِلآ أَنَا فَاعْبُدُونِ

“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: Bahwasanya tidak ada sesembahan yang hak melainkan Aku, maka sembahlah Aku (semata).” (QS. Al Anbiyaa’: 25)

وَمَاخَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنسَ إِلاَّلِيَعْبُدُونِ

“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku (semata).” (QS. Adz Dzaariyaat: 56)

شَهِدَ اللهُ أَنَّهُ لآَإِلَهَ إِلاَّ هُوَ وَالْمَلاَئِكَةُ وَأُوْلُوا الْعِلْمِ قَآئِمًا بِالْقِسْطِ لآَإِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada sesembahan yang hak selain Dia. Dan para malaikat, orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu) dengan keadilan. Tidak ada sesembahan yang hak melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali Imron: 18)

وَإِلاَهُكُمْ إِلَهُُ وَاحِدُُ لآَّإِلَهَ إِلاَّ هُوَ الرَّحَمَنُ الرَّحِيمُ

“Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada sesembahan yang hak melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Baqoroh: 163)

فَإِيَّايَ فَاعْبُدُونَ

“Maka sembahlah aku semata.” (QS. Al Ankabut: 56)

Masih terdapat berbagai ayat lain yang menunjukkan kewajiban mengesakan Allah ‘azza wa jalla dalam ibadah dan tidak beribadah kepada seorang pun selain-Nya.

2. Syubhat Kedua

“Ayat-ayat yang telah disebutkan itu diturunkan kepada mereka yang beribadah/menyembah patung/berhala. Sedangkan orang-orang yang kami maksudkan adalah para wali bukan patung/berhala.”

Jawaban:

Seorang yang beribadah kepada selain Allah maka dia telah menjadikan sesembahannya tersebut watsan (berhala). Maka apakah perbedaan antara orang yang beribadah kepada patung-patung dengan yang beribadah kepada para nabi dan wali?!

Di antara orang-orang kafir terdapat orang yang berdoa kepada patung untuk mendapatkan syafaat, dan di antara mereka juga ada yang beribadah kepada para wali.

Dalil bahwa mereka beribadah/berdoa kepada wali adalah perkataan mereka,

ُأوْلَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ

“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka.” (QS. Al Isra: 57)

Begitu pula mereka menyembah para nabi sebagaimana kaum Nashara beribadah terhadap Al Masih Ibn Maryam. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala,

وَإِذْ قَالَ اللهُ يَاعِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ ءَأَنتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّىَ إِلاَهَيْنِ مِن دُونِ اللهِ قَالَ سُبْحَانَكَ مَايَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَالَيْسَ لِي بِحَقٍّ إِن كُنتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلآَأَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ إِنَّكَ أَنتَ عَلاَّمُ الْغُيُوبِ

“Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: ‘Hai ‘Isa putera Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: ‘Jadikanlah aku dan ibuku sebagai sesembahan selain Allah?’ ‘Isa menjawab: ‘Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada dalam diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada dalam diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara-perkara yang ghoib.`” (QS. Al Maaidah: 116)

Demikian pula mereka menyembah para malaikat, sebagaimana firman Allah ta’ala,

وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ جَمِيعًا ثُمَّ يَقُولُ لِلْمَلاَئِكَةِ أَهَؤُلآءِ إِيَّاكُمْ كَانُوا يَعْبُدُونَ

“Dan (ingatlah) hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka semua, kemudian Allah berfirman kepada malaikat: Apakah mereka ini dahulu menyembah kamu?” (QS. As Saba’: 40)

Berdasarkan keterangan di atas tersingkaplah kerancuan mereka yang beranggapan bahwa kaum musyrikin berdoa kepada patung-patung sedangkan mereka berdoa kepada para wali dan orang shalih dari dua sisi:

Sisi pertama: Anggapan mereka sama sekali tidak benar, karena di antara kaum musyrikin pun ada yang berdoa/beribadah kepada para wali dan orang shalih.

Sisi kedua: Sekiranya kita menganggap kaum musyrikin tidak menyembah melainkan kepada patung semata, maka tidak ada bedanya antara mereka yang menyembah para wali dan orang shalih dengan para musyrikin karena mereka semua menyembah kepada sesuatu yang sama sekali tidak dapat mendatangkan manfaat sama sekali.

Dari sini kita mengetahui bahwa Allah mengkafirkan orang yang memiliki keyakinan yang aneh-aneh tentang patung atau dengan orang shalih. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerangi mereka karena kesyirikan ini, dan sesembahan mereka yaitu para wali Allah dan orang shalih tidak mampu memberi manfaat kepada mereka (Yakni memberi mereka pertolongan saat mereka diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam).

3. Syubhat Ketiga

“Kaum kuffar menghendaki dari patung-patung itu untuk mendatangkan manfaat dan menolak mudhorot dari mereka. Sedangkan kami tidak mengharapkan yang demikian itu kecuali kepada Allah dan orang-orang shalih pun tidak memiliki kekuasaan dalam hal ini sedikit pun. Dan kami tidak beri’tiqod kepada mereka, akan tetapi kami mendekatkan diri kepada Allah ‘azza wa jalla dengan perantaraan mereka agar mereka menjadi pemberi syafaat bagi kami.”

Jawaban:

Ucapan ini sama persis dengan ucapan orang-orang kafir ketika Allah ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَآءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلاَّ لِيُقَرِّبُونَآ إِلَى اللهِ زُلْفَى

“Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” (QS. Az Zumar: 3)

هَاؤُلآءِ شُفَعَاؤُنَا عِندَ اللهِ

“Mereka inilah pemberi-pemberi syafaat bagi kami di sisi Allah.” (QS. Yunus: 18)

4. Syubhat Keempat

“Kami tidak menyembah melainkan kepada Allah semata, sedangkan iltija’ (berlindung) kepada orang shalih dan berdoa kepada mereka bukanlah termasuk ibadah.”

Jawaban:

Ketahuilah bahwa Allah mewajibkanmu untuk memaksudkan ibadah hanya kepada-Nya semata dan ini merupakan hak Allah yang menjadi kewajiban manusia, Allah ta’ala berfirman:

ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لاَيُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

“Berdoalah kepada Robb-mu dengan merendahkan diri dan dengan suara yang lirih. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al A’raaf: 55)

Doa adalah ibadah. Apabila doa termasuk ibadah maka sesungguhnya berdoa kepada selain Allah adalah syirik kepada Allah ‘azza wa jalla. Yang berhak untuk diseru, disembah dan disandarkan harapan adalah Allah semata tidak ada sekutu bagi-Nya.

Jika kita telah mengetahui bahwa doa adalah ibadah, dan kita berdoa kepada-Nya siang dan malam dengan penuh harap dan takut kemudian kita berdoa kepada nabi atau selainnya agar memenuhi hajat kita, maka sungguh kita telah menyekutukan Allah dengan selain-Nya dalam ibadah.

Allah ta’ala berfirman,

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

“Maka tegakkanlah shalat dan berkurbanlah!” (QS. Al Kautsar: 2)

Apabila kita menaati Allah dan berkurban untuk-Nya, maka ini adalah ibadah kepada Allah. Sehingga jika kita berkurban kepada makhluk, baik itu nabi, jin atau yang lainnya maka sungguh kita telah menyekutukan Allah dengan selain-Nya dalam masalah ibadah.

Kaum musyrikin yang Al Quran diturunkan di tengah-tengah mereka, menyembah para malaikat, orang-orang shalih dan Latta. Sedangkan bentuk peribadatan mereka kepada sesembahan mereka hanyalah dalam bentuk doa, sembelihan, iltija’ (meminta perlindungan) dan semacamnya (dari perkara ibadah). Sedangkan mereka sendiri mengakui bahwa mereka adalah hamba Allah dan di bawah kuasa-Nya serta Allahlah yang mengatur segala urusan. Akan tetapi, mereka berdoa dan berlindung kepada sesembahan selain Allah karena kedudukan orang shalih tersebut di sisi Allah dan mengharapkan syafaat mereka. Ini adalah sangat jelas.

5. Syubhat Kelima

Perkataan mereka terhadap ahli tauhid:

“Kalian mengingkari syafaat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.”

Jawaban:

Kami tidak mengingkari syafaat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kami tidak berlepas diri darinya, bahkan Beliau shallallahu ”alaihi wa sallam adalah syaafi’ (pemberi syafa’at), musyaffa’ (yang diizinkan memberi syafa’at oleh Allah) dan aku berharap bisa mendapatkan syafaat Beliau. Akan tetapi seluruh bentuk syafaat adalah milik Allah, sebagaimana firman Allah ta’ala,

قُلِ لِلَّهِ الشَّفَاعَةُ جَمِيعًا

“Katakanlah! Hanya kepunyaan Allahlah syafaat itu semuanya.” (QS. Az Zumar: 44)

Syafaat itu tidak akan diberikan melainkan setelah diizinkan oleh Allah ta’ala, sebagaimana firman Allah ta’ala,

مَن ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِندَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ

“Siapakah yang dapat memberikan syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya?” (QS. Al Baqarah: 255)

Nabi tidak bisa memberi syafaat kepada seseorang melainkan setelah Allah mengizinkannya, sebagaimana firman Allah ta’ala,

وَلاَيَشْفَعُونَ إِلاَّ لِمَنِ ارْتَضَى

“Dan mereka tidak dapat memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridhoi Allah.” (QS. Al Anbiyaa’: 28)

Sedangkan Allah hanya ridho terhadap tauhid, firman ‘azza wa jalla,

يَبْتَغِ غَيْرَ اْلأِسْلاَمِ دِينًا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ

“(Barang siapa) yang mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya.” (QS. Ali Imron: 85)

Apabila seluruh bentuk syafaat itu milik Allah, dan tidak akan diberikan melainkan setelah (ada) izin dari-Nya, bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan selain beliau tidak dapat memberi syafaat kepada seorang pun hingga Allah mengizinkan mereka, padahal Allah tidak akan mengizinkannya kecuali untuk orang yang bertauhid. Oleh karena itu mohonlah syafaat kepada Allah dan panjatkan doa, “Ya Allah janganlah Engkau halangi aku untuk mendapatkan syafaat beliau, Ya Allah berikanlah syafaat beliau kepadaku” atau kalimat semisal dengannya.

 

bersambung ke Jawaban Telak Untuk Quburiyyun (2)

***

Diterjemahkan dari artikel 13 Syubhati lil Quburiyyin wal Jawabi ‘alaiha oleh Abdullah ibn Humaid Al Falasi sebagai ringkasan dari kitab Kasyfusy-Syubuhat karya Al Imam Muhammad ibn Abdil Wahhab rahimahullah

****

Penerjemah: Abu Muhammad M Ikhwan Nur Muslim
Murojaah: Ustadz Abu Ukkasyah Aris Munandar
Artikel www.muslim.or.id


Artikel asli: https://muslim.or.id/107-jawaban-telak-untuk-quburiyyun-1.html